Minggu, 21 Juni 2009

HUKUM QISHOS MERUPAKAN SEBUAH KENISCAYAAN



Negara Indonesia merupakan Negara terkaya di dunia. Kaya akan barang tambang, hasil bumi, suku bangsa, bahasa dan adat istiadat. Sampai sampai Koes Ploes melantunkan “ Orang bilang tanah kita tanah syurga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. Saking suburnya, tumbuh pula kejahatan bak rumput di musim hujan. Mulai dari Korupsi, Kolusi, penjambretan,pembajakan produk, menjual ganja dan miras sampai dengan perselingkuhan. Mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah dan pelosok, patut diacungi jempol ternyata negara kita sudah menempati peringkat teratas dalam tingkat kejahatan, hebat bukan ?

Lantas kenapa belum bisa diberantas ? Ataukah tak ingin di babat habis dan membiarkan hal ini lestari ila yaumil qiyamah. Coba bayangkan, Edy Tansil dan sederetan nama-nama terkenal sampai dengan Agus Tjondro kok bisa lolos dari jeratan hukum. Begitu mereka mau diketok palu, eh ternyata hilang dan dinyatakan buron. Sengaja diloloskan ataukah memang meloloskan diri ? Wallohu A’lam.

Belum habis masalah korupsi di tingkat Nasional baik dilakukan oleh petinggi Negara maupun anggota dewan, muncul lagi korupsi di tingkat daerah. Ternyata mereka menggunakan aji mumpung dan mewariskan kejahatan merupakan hal yang lumrah di negeri ini. KPK sudah memaksimalkan kerjanya tapi ternyata ketua KPK sendiri tersandung masalah besar. Memangkas kejahatan di negara kita ibarat “maling teriak maling”.Sehingga tak bisa dibedakan mana maling yang asli dan mana yang ikut-ikutan maling. Yang jelas mereka semuanya sudah berada di dalam lingkaran yang saling membungkam dan saling bagi jatah.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)pun ikut meramaikan suasana, baik dilakukan oleh orang yang berdasi, yang berpangkat dan penegak hukum sendiri sampai pada tingkat artis maupun modeling. Lucu sekali, apakah nggak malu siang disiksa, nggak boleh keluar rumah, dijambak ditampar bahkan di serempet bahaya namun malamnya di peluk juga. Belum lagi kasus perselingkuhan yang dilakukan oleh orang-orang yang nggak punya duit sampai pada yang berbantal duit. Siapa yang mau disalahkan. Tak satupun di antara mereka yang mau disalahkan dan mau menerima kesalahan itu bahkan apabila ketahuan selingkuh tanpa rasa malu dan berdosa tak akan pernah mau mengakuinya.

Berterima kasihlah pada pemerintah yang membuatkan “rumah gadai “bagi mereka yang menjajakan daging mentahnya alias PSK dengan dalih agar tak akan merajalela lagi ataukah supaya perselingkuhannya bisa disembunyikan ?.Toh meskipun sudah dibuatkan rumah gadainya namun yang menunggu giliran maupun yang tidak dibangunkan rumahnya semakin membludak. Aparat sudah merehabilitasi mereka sehingga banyak di kalangan mereka yang sadar dan segera bertobat kepada Alloh namun tidak sedikit yang antri. Kenapa ? Mencari barang harom saja susah , apalagi yang halal. Kami ini kan asset negara dalam bidang penyuplai daging, itulah alasannya. Ekonomi selalu dijadikan kambing hitam, tumbal bagi mereka yang tak akan pernah puas.

Apa yang harus dilakukan ? Jawabannya adalah, meskipun kita tidak akan bisa meniadakan hal-hal di atas paling tidak kita bisa meminimalisirnya. Caranya ? Pakai hukum Qishos. Misalnya, orang yang mencuri (korupsi) harus dipotong tangannya orang yang selingkuh ( berzina ) kalo sudah sama-sama berkeluarga harus dilempar sampai mati sedangkan yang belum berkeluarga dicambuk sampai 100 kali dan jangan memberikan kasihan pada keduanya. Dengan cara seperti ini orang akan mikir-mikir untuk berbuat. Ratu Sima, ratu di kerajaan Keling yang menjunjung tinggi hukum seperti ini, padahal beragama Hindu,anaknya sendiri karena kakinya menyentuh yang bukan miliknya maka kakinya dipotong. Tapi kenapa kita di abad modern masih menjunjung tinggi hukum bikinan Kolonial dan tidak mau belajar pada sejarah bangsa sendiri ?

Alasan yang paling mendasar untuk menjawab kasus tersebut adalah sepele, HAM. Melanggar hak asasi manusia. HAM adalah bikinan Yahudi namun heran kenapa kita selalu melaksanakan hal-hal yang sangat bertentangan dengan kepribadian kita, kepribadian bangsa Indonesia. Lihat itu Amerika, katanya bangsa yang besar yang menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan seperti yang tertera dalam piagam kemerdekaan Amerika, melakukan pelanggaran HAM yang sangat besar. Siapa yang mampu mengadili Amerika ? Kita Negara kecil ternyata mengeluk-elukan HAM ikut-ikutan ya…sampai-sampai masalah besar dalam negeri sendiri harus terbentur dengan masalah HAM.

Kalau kita kembali pada kodratnya, manusia merupakan mahluk sosial yang saling ketergantungan, saling memberi dan menerima. Mau menerima kekurangan dan kesalahan orang lain tanpa harus menyembunyikan kesalahan diri sendiri.Mawas diri dan toleransi merupakan modal untuk membangun bangsa, untuk membangun sistem hukum di Indonesia. Soalnya di Indonesia hampir-hampir ada (artinya tidak ada ) kepastian Hukum, yang maling ayam bisa penjara 3 bulan sedangkan yang miliaran menjadi kebal hukum dan menjadi buron. Beberapa tahun kemudian mungkin akan bisa kembali ke Indonesia dan meneruskan cita-cita perjuangan seorang koruptor. Pantaslah, Hukum Qishos merupakan sebuah keniscayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar