Rabu, 17 Juni 2009

BUKA ITU



Cerita ini merupakan pengalaman saya ketika kuliah di Kupang ( bukan Kurang Pangan ) ibukota NTT ( juga bukan Nasib Tidak Tentu ). Ternyata kalau masyarakat di sana kalau ngomong banyak memperkosa bahasa, konsonannya tidak pernah di sebutkan dan cukup dengan menyingkat saja. Misalnya pergi menjadi pi atau pigi, saja disingkat sa, juga disingkat ju, makan menjadi maka dan sebagainya.

Pagi itu ada seorang bapak tua yang sedang memperbaiki kap rumah yang baru dibangun, secara tiba-tiba pahatnya jatuh. Diapun ngomel “ puki mai su jatu” ( maksudnya sudah jatuh ).Mau turun, rasanya berat apalagi harus naik lagi berarti dua kali. Lebih baik tunggu orang liwat saja deh, pikirnya. Eh benar saja, dari arah selatan datang penjual jamu. Dan pak tuapun ngomong.

“ mba…mba, tolo angka paha tinggi-tinggi (mbak tolong angkat pahat tinggi- tinggi atau mbak tolong lemparkan pahatnya ke atas ), sahutnya”.

Mbak Jamu bingung diam seribu bahasa, ini orang gila mungkin, pikirnya.

Sekali lagi terdengar dari atas “ mba….mbak tolo angka paha tinggi-tinggi” sambil melototkan matanya.

Mbak Jamu mulai ketakutan dan berkata pada dirinya sendiri, nggak apa-apa deh tidak ada orang lain yang lihat Cuma kakek tua genit ini saja. Diapun mengangkat pahanya. Betapa kagetnya dia ternyata dari ataspun ber suara lagi.

“buka itu” ( Bukan itu, bukan mengangkat paha )

Mbak Jamu semakin bertambah takutnya dan diapun pasrah membuka kain yang melilit dipinggangnya. mba…mba buka itu sembari menunjuk arah pahatnya yang jatuh.

Mbak Jamu merasa lega ternyata dia yang memang kurang memahami bahasa orang sana. Makanya jadi orang…gaul dikit dong, Iya khan….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar