Sebelum membicarakan pokok permasalahannya, sebaiknya kita memahami: Apa itu dakwah? Dakwah secara bahasa adalah berarti seruan, dan ajakan (kamus Ash Shihah 6/2336, kamus Mu’jamul Wasit 1/286). Adapun menurut istilah pengertiannya banyak sekali, di antaranya adalah menurut syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Dakwah adalah mengajak seseorang agar beriman kepada Allah dan yang dibawa oleh para rasulNya dengan cara membenarkan apa yang mereka beritakan dan mengikuti apa yang mereka perintahkan (Majmu’ Fatawa oleh Syaikul Islam Ibnu Taimiyah 15/157).
Semua umat Islam sepakat bahwa dakwah adalah amalan yang disyariatkan dan masuk kategori fardhu kifayah. Tidak boleh kategori diabaikan, diacuhkan, dan dikurangi bobot kewajibannya. Hal itu disebabkan terdapat banyak perintah dalam Al-Qur’an dan As Sunah untuk berdakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar, seperti firman Allah:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.” (Ali Imran:104).
Ayat ini bersifat umum dan merupakan kewajiban atas setiap individu untuk melaksanakannya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Huruf (من) disitu berarti penjelas. Kalau menjadi penjelas maknanya jadilah kamu wahai kaum mukminin sebagai umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar (lihat Jami’ul Bayan oleh At-Thabary 4/26). Atau sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir, maksud dari ayat ini adalah jadilah kamu sekelompok orang dari umat yang melaksanakan kewajiban dakwah. Kewajiban ini wajib atas setiap muslim, sebagaimana hadits shohih yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , “Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya, kalau tidak mampu, hendaklah mengubah dengan lisannya, kalau tidak mampu hendaklah mengubah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman.” Dan pada riwayat lain, “Dan setelah itu tidak ada iman sedikitpun.” (Lihat Tafsil Al-Qur’an Al-‘Azhim, oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir, 1/390).
Ingatlah, wahai kaum muslimin bahwa dakwah Ilallah merupakan kewajiban yang disyari’atkan dan menjadi tanggung jawab yang harus dipikul kaum muslimin seluruhnya. Artinya setiap muslim dituntut untuk berdakwah sesuai kemampuannya dan peluang yang dimilikinya. Oleh sebab itu wajiblah bagi kita untuk semangat berpartisipasi dalam berdakwah menyebarkan Islam ke mana saja dan di mana saja kita berada.
Dakwah dan amar ma’ruf merupakan prasyarat khairu ummah. seandainya umat ini tak mau berdakwah, maka akan mengalami kerugian dan kemunduran dalam pelbagai aspek kehidupan. Sebab mulianya umat dengan dakwah, dan kerugiannya akibat meninggalkan dakwah. Allah berfirman:
”Kamu semua adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran: 110).
Jadi dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah akan memberikan predikat yang terbaik kepada umat manusia bila memenuhi tiga syarat yaitu:
1. Menyuruh kepada yang ma’ruf
2. Mencegah dari yang mungkar, dan
3. Mau beriman kepada Allah. Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Dakwah merupakan pekerjaan terbaik, hal itu sesuai dengan firman Allah:
“Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shalih dan berkata sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Fushshilat: 33).
Adapun orang yang berdakwah karena hanya ingin mengharapkan ridha Allah dalam dakwahnya, maka Allah akan memberikan padanya balasan yang setimpal. Hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam :
لِأَنْ يَهْدِيَكَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ مِنْ حُمُرِ النَّعَمِ. (رواه مسلم).
“Sungguh jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang melalui engkau (dakwah engkau) maka itu lebih baik bagimu daripada engkau memiliki onta merah.” (Hadits shahih riwayat Muslim dalam kitab fadha’il, no. 2406).
Jadi, karena dakwah merupakan perbuatan terbaik dan pelakunya akan dibalas dengan balasan yang besar. Maka dengan segera Rasulullah tetap tegar dalam dakwah, walau diganggu, dipersulit dan meskipun akan dibunuh tidaklah hal itu menghalangi beliau dalam berdakwah demi tegaknya dien Islam.
Para da’i hendaknya menyadari bahwa ancaman, intimidasi, dan teror serta ancaman bunuh dari musuh adalah sunnatullah yang sudah dialami para nabi sebelum Nabi Muhammad dan hal itu akan berlanjut sampai hari Kiamat.
Marilah kita sejenak merenung dan meresapi untaian di bawah ini. Apa yang dialami Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan para sahabat dalam berdakwah? Mereka disiksa, diteror ada yang dibunuh, bahkan ada pula yang diembargo ekonomi dalam jangka waktu yang lama. Mereka sempat makan rumput-rumputan dan daun-daunan hingga mulut dan lidah mereka pecah-pecah.
Apa yang dialami Imam empat yang terkenal itu?
Imam Abu Hanifah, beliau dijebloskan dalam penjara gara-gara berdakwah dan mengatakan yang haq itu haq dan yang batil itu batil.
Imam Malik, karena menegakkan kebenaran beliau rela dipukuli sampai kedua tulang belikat beliau hampir lepas karena kerasnya pukulan.
Imam Syafi’i, gara-gara membela kebenaran beliau dimasukkan bui dan mau dibunuh oleh raja pada saat itu.
Imam Ahmad bin Hanbal, yang pada zamannya ada fitnah dari kaum mu’tazilah bahwa Al-Qur’an adalah makhluk Allah. Akhirnya, beliau menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah bukan makhluk. Dari pernyataannya yang tegas itu, beliau dimasukkan bui dan dicambuk beberapa kali, hingga sebagian algojo yang menyiksa beliau membuat kesaksian dengan mengatakan, bahwa Imam Ahmad dicambuk sebanyak delapan puluh kali, jikalau gajah dicambuk seperti itu maka akan mati terkapar. Maka beliau terkenal dengan sebutan Imam As-Sunnah, karena membela sunnah Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam dan Al-Haq.
Lalu apa yang diderita Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya yang terkenal yaitu Syaikhul Islam Ats-Tsani Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah?
Ibnu Taimiyah, karena berdakwah dan membela kebenaran, beliau rela masuk penjara, tak sempat menikah hingga beliau mati dalam penjara. Kata-kata beliau yang cukup terkenal yang patut kita ambil pelajaran:
“Apakah yang akan diperbuat musuh-musuh kepadaku?
Jika aku dipenjara, penjaraku adalah khalwat (untuk beribadah pada Rabb).
Jika diasingkan, pengasinganku adalan tamasya.
Jika aku dibunuh, kematianku adalah syahadah.
Itulah kata-kata beliau dalam tekadnya membela kebenaran.
Siapakah yang mampu menundukkan orang-orang yang segala alternatif perjuangannya adalah serba baik, sebagaimana beliau? Tidak ada, kecuali Maha Perkasa yang dengannya justru menaklukkan manusia ke dalam lindungan syari’at Islam nan agung dan penuh rahmat (Lihat buku Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah oleh Abul Hasan An-Nadawi).
Ibnul Qayyim, dalam membela kebenaran ia rela diikat badannya lalu diarak keliling kampung dan diludahi masyarakat, namun beliau tetap tegar dalam berdakwah sampai akhir hayatnya (Dari kitab Zadul Ma’ad).
Adapun ulama-ulama yang baru-baru ini meninggalkan kita, yaitu Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz (2000 M) dan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani. Mereka adalah ulama-ulama yang gemar berdakwah dan menyebarkan Islam hingga akhir hayatnya. Begitu juga Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsai-min yang telah wafat pula (1421 H / 2001 M).
Seorang da’i haruslah pandai dalam menyampaikan dakwah. Sebab darinyalah satu sebab dari beberapa sebab umat dapat paham Islam yang benar. Oleh karena itu dakwahnya harus sesuai Al-Qur’an dan As Sunah serta sesuai dengan manhaj nubuwwah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam . Sebagaimana hal itu sesuai dengan firman Allah:
“Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (An-Nahl: 125).
Seorang da’i haruslah selalu introspeksi diri, apakah dakwahnya karena Allah atau karena yang lain:
Dalam firman Allah di atas tadi, kata bil hikmah, Imam Syafi’i memberi komentar: “Setiap hikmah dalam Al-Qur’an berarti As-Sunnah”.
Dan berkaitan dengan kata As-Sunah artinya adalah dakwah itu harus mengikuti sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam, bukan berdakwah mengajak orang pada golongan, partai tertentu yang marak hari ini, demokrasi, sekularisme dan lain-lain yang antagonis dengan Islam, silakan lihat komentar Imam Syafi’i dalam kitab Al-Madkhal fil Aqidah, hal 24.
Dakwah itu mempunyai urgensi yang banyak sekali, namun intinya kurang lebih adalah tersebarnya kebenaran pada umat manusia (khususnya kaum muslimin), lalu mereka bisa merubah pola pikir hidupnya dari jelek menjadi baik, dari beribadah kepada makhluk berubah menjadi beribadah kepada Khaliq. Lalu mereka membela Islam, mendakwahkan Islam semampunya hingga dengan usaha mereka setelah rahmat Allah manusia masuk Islam secara berbondong-bondong.
Maka alangkah bahayanya kalau dakwah itu sampai tidak berjalan, mogok total tanpa ada yang menjalankan, maka ketika itu adzab Allah akan turun ke bumi menimpa manusia semuanya. Apakah di dalamnya itu orang beriman atau bukan beriman. Firman Allah:
“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang zhalim di antara kamu, dan ketahuilah Allah amat keras siksanya”. (Al-Anfal: 25).
Sumber : Kompilasi Khutbah jum'at
Tidak ada komentar:
Posting Komentar